DPD IMM Jawa Timur Gelar Halalbihalal Dengan Tema "Dialog Lintas Generasi: Satukan Misi, Solidkan Aksi"
DPDIMMJATIM - Sabtu sore, 26 April 2025, langit
Surabaya menggantung mendung tipis, seolah ikut mengantarkan sebuah peristiwa
yang menghangatkan hati. Di tengah hiruk pikuk kota, DPD IMM Jawa Timur
menggelar Halalbihalal bertema "Dialog Lintas Generasi: Satukan Misi,
Solidkan Aksi" di Surabaya Suites Hotel. Sebuah momentum langka, di mana
waktu seolah berhenti sejenak, memberi ruang untuk generasi bertukar sapa,
berbagi asa.
Empat sosok Ketua Umum dari masa
ke masa hadir, menyulam benang merah perjuangan:
1. Abdul Musawir Yahya
(2018–2020),
2. Andreas Susanto
(2020–2022),
3. M M Firdaus Su’udi
(2022–2024),
4. Devi Kurniawan (2024 – 2026)
Ruang pertemuan penuh oleh
perwakilan Pimpinan Cabang se-Jawa Timur. Senyum, pelukan, tepukan di bahu semua
berbicara lebih lantang dari sekadar kata.
Dalam sambutannya, Devi Kurniawan
menegaskan: "Dialog ini bukan sekadar nostalgia, tapi momen bersejarah.
Semoga semua pandangan jadi jendela baru untuk menatap masa depan IMM di Jawa
Timur." Sebuah doa yang melayang di antara lampu-lampu temaram hotel.
Tantangan Membentang di Depan
M M Firdaus Su’udi dengan nada
berat mengingatkan: "Cabang-cabang IMM, yang dulu dirintis dengan darah
dan air mata, harus terus dijaga arahnya. Kita bukan hanya tentang jumlah, tapi
tentang tujuan — tentang kader sebagai akademisi Islam sejati."
Nada suaranya menggema, seakan
menggugah tiap jiwa yang mendengarnya.
Tak kalah kritis, Andreas Susanto
menyingkap realitas getir di balik organisasi: "Kadang kita sulit ikut
bahagia melihat orang lain berhasil. Ada kecemburuan, paradoks yang harus kita
hancurkan."
Ia menekankan pentingnya IMM
memperluas peran di medan religiusitas, intelektualitas, dan humanitas bukan
sekadar arena berburu kursi kekuasaan.
Menatap Cermin Kaderisasi
Seperti badai yang menerpa
pantai, Abdul Musawir Yahya mengingatkan dengan gamblang: "Pertumbuhan
Amal Usaha Muhammadiyah itu luar biasa, tapi bagaimana dengan kualitas kader
kita?"
Pertanyaan itu menggantung di
udara, menggugah setiap hati yang hadir.
Lebih dari sekadar kritik,
Musawir mengajak IMM untuk berani melahirkan lebih banyak pakar bukan hanya di
bidang umum, tapi juga dalam keislaman. Ia menegaskan, IMM di usia 61 tahun
seharusnya sudah mampu menorehkan jejak di panggung nasional.
"Tanpa kaderisasi yang serius, satu kader unggul pun akan seperti bunga yang layu sebelum mekar," katanya, mengiris kesadaran banyak orang.
Akhir yang Menghangatkan
Dialog pun ditutup dengan ramah tamah, penuh tawa kecil, saling sapa dan salam, seolah ingin menghapus segala sekat yang mungkin masih tersisa. Sebuah sore yang menjadi saksi: di bawah langit Surabaya, misi dipersatukan, aksi disolidkan.
Hari itu, bukan hanya sejarah
yang dicatat, tapi juga tekad yang diperbarui.
Sebuah janji diam-diam: bahwa
IMM akan terus berjalan, menulis kisahnya sendiri, di jalan panjang perjuangan.***