BREAKING NEWS

Kaderisasi: Pilar Regenerasi dan Harapan Masa Depan

DPDIMMJATIM - Dalam siklus kehidupan, pergantian generasi bukanlah sesuatu yang asing. Ia adalah sunatullah, hukum alamiah yang tak terelakkan. Maka dalam organisasi sebagai miniatur dari kehidupan masyarakat, pergantian peran dan estafet perjuangan juga menjadi keniscayaan. 

Tidak ada perjuangan besar yang selesai dalam satu masa, sebagaimana tidak ada organisasi visioner yang bertumpu hanya pada satu generasi. Di sinilah urgensi perkaderan menjadi pondasi utama dalam menjamin keberlangsungan visi dan misi perjuangan. Begitupun menyiapkan generasi lewat Pendidikan, menjadi keniscayaan untuk mendidik dan mencetak generasi yang unggul untuk berguna bagi masyarakat.

Setiap organisasi yang memiliki cita-cita besar, pasti merumuskan strategi regenerasi melalui proses kaderisasi. Kaderisasi bukan hanya tentang mencetak penerus secara administratif, tetapi lebih dalam, yakni membentuk karakter, membangun daya tahan ideologis, mengasah kompetensi, dan menumbuhkan loyalitas terhadap nilai serta cita perjuangan. 

Maka perlu juga memiliki grand design akan pencapaian tujuan yang besar, sistematika gerakan yang teratur, pembudayaan penegakan aturan, tradisi keilmuan, assesment controling, dan jejaring yang luas adalah bagian dari upaya tercapainya harapan besar.

Langkah awal dalam proses perkaderan adalah membangun kesadaran kolektif bahwa mereka adalah calon penerus, pemikul amanah, dan pewaris nilai-nilai luhur organisasi. 

Kesadaran ini tidak boleh sekadar menjadi slogan, tetapi harus menjadi ruh yang menggerakkan. Tanpa kesadaran, kader akan kering dari makna, dan sekadar menjadi pengisi tempat dalam struktur.

Kader perlu menyadari bahwa peran yang kelak mereka emban bukanlah peran instan. Ia adalah buah dari pemahaman yang dalam terhadap nilai dasar organisasi dan penghayatan akan realitas masyarakat yang sedang mereka perjuangkan. Maka, perkaderan sejati tidak berhenti pada pelatihan, tetapi tumbuh dalam pengalaman, kontemplasi, dan keterlibatan langsung dalam problematika sosial. Begitupun para siswa/maupun mahasiswa, ia harus memiliki kesadaran akan sebagai kader umat dan bangsa, sehingga ia menyiapkan diri menjadi generasi yang unggul. Pun dengan para pendidik maupun instruktur juga harus memiliki paradigma akan penanaman kesadaran kepada generasi penerus akan pentingnya mengupgrade diri.

Realitas sosial hari ini semakin kompleks. Kita hidup dalam era disrupsi, di mana tantangan moral, budaya, teknologi, hingga ideologi saling bersilangan dalam kecepatan yang luar biasa. 

Kader hari ini menghadapi tantangan yang jauh lebih berat dari generasi sebelumnya. Mereka dituntut bukan hanya kuat dalam iman, tetapi juga cakap dalam membaca zaman dan lincah dalam menavigasi dinamika sosial.

Masalah sosial seperti dekadensi moral, maraknya kejahatan digital, penyalahgunaan teknologi, godaan pragmatisme, dan krisis kepemimpinan adalah medan yang membutuhkan kehadiran kader tangguh yang tidak hanya bicara perubahan, tetapi hadir langsung sebagai agen perubahan. Maka, jika tidak dipersiapkan dengan baik, kader bisa terhanyut, bukan menjadi solusi tapi justru bagian dari masalah itu sendiri.

Di sinilah pentingnya proses kaderisasi yang integral dan menyeluruh. Perkaderan harus dirancang sebagai proses pembentukan jati diri, bukan hanya peningkatan kapasitas teknis. Ia harus menyentuh secara holistik, seperti jiwa dan fisiknya, akal dan perasaannya, serta aspek spiritualitas (iman), intelektualitas (ilmu), dan sosialitas (amal). 

Semuanya menjadi pilar utama dalam membentuk kader paripurna. Pembentukan generasi penerus juga harus menitik beratkan kepada individu masing-masing, dalam artian harus mengembabgkan sesuai minat,bakat, atau kepribadian, sehingga ia akan menjadi kader yang siap secara professional di bidang karirnya masing-masing. Generasi yang ahli di bidang pendidikan, politik, ekonomi, seni budaya, sosial, dan lain sebagainya sesuai pilihan dan kemampuan masing-masing kader.

Kaderisasi tidak bisa bersifat seragam. Ia perlu disesuaikan dengan tahap perkembangan individu dan konteks zaman. Maka penting bagi organisasi untuk merancang jenjang kaderisasi yang bertahap dan berkelanjutan: dari pengenalan, pendalaman, hingga penguatan militansi dan kemandirian kader.

 Strategi perkaderan pun harus dirancang dengan serius dan mampu menyelesaikan masalah, bukan sebagai formalitas atau rutinitas belaka, namun harus dirancang dengan tepat sebagaimana dokter mendiagnosa penyakit, seorang pendidik yang merancang proses pembelajaran yang pas, dan layaknya pelatih yang merancang strategi akan kesuksesan tujuan dan kemenangan.

Sehebat apapun metode perkaderan, jika tidak dibarengi dengan cinta dan komitmen terhadap organisasi, maka ia akan kehilangan rohnya. Oleh karena itu, penting menanamkan semangat ruhul jihad dan mahabbah terhadap organisasi sejak dini. Kader harus disadarkan bahwa organisasi ini bukan hanya tempat mereka beraktivitas, tetapi juga rumah perjuangan mereka.

Maka tidak cukup menjadi kader yang hadir ketika dibutuhkan, tetapi jadilah kader yang hadir karena mencintai. Yang bertahan di tengah keterbatasan. Yang tetap setia ketika ujian menerpa. 

Karena perjuangan tidak selalu tentang kemenangan cepat, tetapi tentang ketekunan dan kesetiaan jangka panjang. Kesadaran mencintai perjuangan akan melahirkan semangat berkarya nyata dan hanya bertujuan kepada Lillahi Taala.

Generasi penerus yang berkualitas bukan datang dari ruang kosong. Mereka lahir dari proses panjang, penuh tempaan, dan kesadaran bahwa tugas besar menanti mereka. Maka mari kita hidupkan kembali semangat perkaderan dalam proses pembentukan generasi penerus yang unggul dan berguna bagi pembangunan masyarakat. 

Jadikan setiap pelatihan, pengkaderan, dan forum diskusi sebagai jalan menanam nilai dan memperkuat barisan. Sehingga saat proses telah dilaksanakan dengan professional dan matang maka pembangunan peradaban akan dengan cepat terwujud. “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh,” (Alquran Surat As Saff ayat 4).***


Penulis: Moch. Muzaki (Guru dan Kabid TKK DPD IMM Jawa Timur)

Editor: Mumtadz Zaid Bin Tsabit

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar